Sejarah Liverpool....
Salah satu klub tersukses di Inggris Raya. Didirikan pada 1892 akibat
perseteruan antara Komite Everton FC dengan John Holding sebagai
Presiden Club yang juga pemilik stadion Anfield. Akibat dari perseteruan
itu, Everton akhirnya pindah ke stadion Goodison Park dan John Holding
menjadikan stadion Anfield sebagai kandang Liverpool FC sampai sekarang.
Klub sempat diberi nama Everton FC and Athletic Grounds, Ltd., atau
diringkas Everton Athletic, namun FA menolak mengakui ada dua tim
bernama Everton. Akhirnya pada bulan Juni 1892 John Houlding pun
akhirnya memilih nama Liverpool FC. Liverpool menjelma kekuatan serius
di kompetisi sepakbola Inggris.
Pada musim pertamanya, Liverpool FC berhasil menjuarai Lancashire
League sebelum akhirnya bergabung dengan Divisi II Liga Inggris pada
musim 1893/94. Pada musim pertamanya di Divisi II Liga Inggris,
Liverpool FC langsung menjadi juara dan berhak untuk promosi ke Divisi I
Liga Inggris ( sekarang Premiere League ). Tak butuh lama bagi
Liverpool untuk mencicipi gelar di liga, karena pada musim pertamanya di
Divisi I ini (musim 1900/01), Liverpool sukses menjuarai Divisi Satu
dan mengulanginya lagi lima tahun kemudian. Liverpool FC sukses meraih
juara liga 2 musim berturut-turut yaitu musim 1921/22 dan 1922/23, namun
tidak mendapatkan tropi lagi sampai musim 1946/47 ketika berhasil
meraih gelar liganya yang ke 5. Final Piala FA pertama dilakukan pada
1914, meskipun akhirnya mereka dikalahkan Burnley 1-0. Setelah
mengarungi Divisi I selama lebih dari 50 tahun, akhirnya Liverpool FC
mengalami kemerosotan dan terdegradasi ke Divisi II pada musim 1953/54.
Liverpool sempat terseok-seok sebelum akhirnya Bill Shankly datang
sebagai manajer pada bulan Desember 1959. Shankly merombak tim secara
besar-besaran dengan melepas 24 pemain lama dan menggunakan sebuah
ruangan di stadion Anfield untuk menggelar rapat kepelatihan. Ruangan
ini di namakan 'The Boot Room' yang berhasil melahirkan manajer-manajer
legendaris Liverpool di kemudian hari. Di ruangan inilah Bill Shankly
dan anggota 'Boot Room' lainnya seperti Bob Paisley, Joe Fagan dan
Reuben Bennett mulai membangun kekuatan Liverpool FC yang membuat iri
tim musuh. Hasil dari renovasi yang dilakukan oleh Bill Shankly mulai
membuahkan hasil ketika berhasil promosi ke Divisi I pada musim 1961/62
dan menjadi juara liga pada musim 1963/64. Setelah menjuarai Piala FA
yang pertama pada tahun 1965 dan menjuarai Liga pada musim 1965/66, Bill
Shankly berhasil mempersembahkan gelar juara Liga dan piala UEFA pada
musim kompetisi 1972/73. Musim berikutnya Bill Shankly berhasil
mempersembahkan gelar piala FA setelah membantai Newcastle United 3-0.
Tidak ada yang menyangka bahwa gelar piala FA itu merupakan persembahan
terakhir dari seorang Bill Shankly. Karena secara tiba-tiba Bill Shankly
memutuskan untuk pensiun. Pemain dan Liverpudlian ( julukan untuk
penggemar fanatik Liverpool FC ) berusaha untuk membujuk, bahkan para
pekerja di Liverpool mengancam akan melakukan mogok kerja. Tetapi Bill
Shankly tetap pada pendiriannya dan menyerahkan tongkat manajerial
kepada asisten-nya yaitu Bob Paisley. Bill Shankly akhirnya pensiun pada
tahun 1974 dan bergabung dengan Liverpudlian di tribun The Kop.
Kejayaan Liverpool bersama Bill Shankly dilanjutkan Bob Paisley yang
pada saat itu berusia 55 tahun. Dia menjabat sebagai manajer Liverpool
FC dari tahun 1974 sampai 1983 dan hanya pada awal tahun Bob Paisley
tidak dapat memberikan gelar untuk Liverpool FC. Selama 9 tahun Bob
Paisley menjabat sebagai manajer Liverpool FC, beliau memberikan total
21 tropi, termasuk 3 Piala Champion, 1 Piala UEFA, 6 juara Liga Inggris
dan 3 Piala Liga secara berturut-turut. Dengan semua gelar itu tidak
salah bila Bob Paisley menjadi manajer tersukses yang pernah menangani
klub Inggris. Tidak hanya sukses memberikan gelar untuk Liverpool FC,
tetapi Bob Paisley juga sukses dalam melakukan regenerasi di tubuh
Liverpool FC dengan tampilnya para bintang muda seperti: Graeme Souness,
Alan Hansen, Kenny Dalglish dan Ian Rush. Walaupun Bob Paisley akan
mewariskan sebuah skuat muda yang sangat hebat dan berbakat, tetapi
dengan semua torehan gelar itu akan menjadi sangat berat buat siapapun
penerusnya.
Sebagai penerus Bob Paisley yang pensiun di tahun 1983, Joe Fagan
yang pada saat itu berusia 62 tahun, berhasil mempersembahkan treble
buat Liverpool yaitu juara Liga, juara Piala Liga dan juara Piala
Champion. Raihan ini menjadikan Liverpool FC sebagai klub sepakbola
Inggris yang berhasil meraih 3 gelar juara sekaligus dalam 1 musim
kompetisi. Sayangnya, catatan keemasan itu sedikit ternoda oleh insiden
di stadion Heysel. Insiden yang terjadi sebelum pertandingan final Piala
Champion antara Liverpool FC dan Juventus ini menewaskan 39 orang,
sebagian besar adalah pendukung Juventus. Insiden ini mengakibatkan
pelarangan bagi semua klub sepakbola Inggris untuk berkompetisi di Eropa
selama 5 tahun. Dan Liverpool FC dilarang mengikuti semua kompetisi
Eropa selama 10 tahun yang akhirnya dikurangi menjadi 6 tahun. Selain
itu, 14 Liverpudlian didakwa bersalah atas peristiwa yang dikenal dengan
Tragedi Heysel. Setelah peristiwa mengerikan itu, Joe Fagan memutuskan
untuk pensiun dan memberikan tongkat manajerial selanjutnya kepada Kenny
Dalglish yang ditunjuk sebagai player-manager. Joe Fagan menyerahkan
tugas manajerial Liverpool FC kepada Kenny Dalglish yang pada saat itu
sudah menjadi pemain hebat tetapi masih harus membuktikan kapabilitas
sebagai seorang manajer.
Pada masa kepemimpinan Kenny Dalglish, Liverpool FC dibawa menjadi
juara Liga Inggris sebanyak 3 kali dan juara Piala FA sebanyak 2 kali,
termasuk gelar ganda juara Liga Inggris dan juara Piala FA pada musim
kompetisi 1985/86. Bila tidak terkena sangsi dari UEFA, bisa dipastikan
Liverpool FC menjadi penantang serius untuk merebut Piala Champion pada
saat itu. Kesuksesan Liverpool FC di masa kepemimpinan Kenny Dalglish
kembali dibayangi kejadian mengerikan lainnya yaitu Tragedi
Hillsborough. Pada pertandingan semi-final Piala FA melawan Nottingham
Forrest tanggal 15 April 1989, ratusan penonton dari luar stadion
memaksa masuk ke dalam stadion yang mengakibatkan Liverpudlian yang
berada di tribun terjepit pagar pembatas stadion. Hal ini mengakibatkan
94 Liverpudlian meninggal di tempat kejadian, 1 Liverpudlian meninggal 4
hari kemudian di rumah sakit dan 1 Liverpudlian lainnya meninggal dunia
setelah koma selama 4 tahun. Akibat Tragedi Hillsborough ini pemerintah
Inggris melakukan penelitian kembali mengenai faktor keamanan stadion
sepakbola di negaranya. Dikenal dengan sebutan Taylor Report,
menyebutkan bahwa penyebab dari Tragedi Hillsborough ini adalah faktor
penonton yang melebihi kapasitas stadion karena kurangnya antisipasi
dari pihak keamanan. Akhirnya pemerintah Inggris mengeluarkan
undang-undang yang mewajibkan setiap klub divisi I Inggris untuk
meniadakan tribun berdiri. Setelah menjadi saksi hidup dari tragedi
mengerikan Heysel dan Hillsborough, 'King' Kenny Dalglish tidak pernah
bisa lepas dari trauma yang menghinggapi dirinya. Akhirnya pada tanggal
22 Februari 1990 beliau mengumumkan pengunduran dirinya sebagai manajer
Liverpool FC. Pengumuman yang sangat mengejutkan dunia sepakbola pada
saat itu, karena Liverpool FC sedang bersaing ketat dengan Arsenal dalam
perebutan gelar Liga Inggris. Alasan yang disebutkan oleh Kenny
Dalglish pada saat itu adalah tidak bisa lagi menghadapi tekanan dalam
menahkodai Liverpool FC. Selama beberapa minggu Liverpool FC ditangani
oleh pelatih tim utama Ronnie Moran sebelum akhirnya Liverpool FC
menunjuk Graeme Souness sebagai manajer berikutnya. 'King' Kenny
Dalglish kemudian dikenang sebagai legenda terhebat Liverpool FC karena
sangat sukses baik sebagai pemain maupun manajer.
Perginya 'King' Kenny Dalglish dan 2 tragedi yang mengerikan ( Heysel
dan Hillsborough ) sepertinya memberikan trauma, hukuman atau kutukan
yang mendalam bagi Liverpool Football Club. Kedatangan Graeme Souness
pun tidak mengubah peruntungan Liverpool FC. Walaupun Souness bisa
memberikan gelar Piala FA pada tahun 1992, tetapi dengan kebijakan
transfer pemain yang kurang baik dan penerapan strategi yang sedikit
membingungkan menjadikan Liverpool tampil tidak konsisten pada musim
itu. Hal lain yang memperburuk hubungan Souness dan Liverpudlian adalah
ketika Souness menceritakan proses pemulihan kesehatannya pasca operasi
jantung kepada koran The Sun. Seperti diketahui bahwa masyarakat di
Merseyside memboikot koran The Sun yang sering memojokkan Liverpudlian
mengenai tragedi Hillsborough. Pada 28 Januari 1994 Graeme Souness
akhirnya mengundurkan diri sebagai manajer Liverpool FC setelah
tersingkir dari Piala Liga dan Piala FA. Pelatih Roy Evans ditunjuk
sebagai manajer Liverpool FC selanjutnya. Liverpool FC berada di urutan
ke 8 klasemen hasil terburuk selama 29 tahun terakhir. Walaupun secara
raihan gelar juara Graeme Souness tidak sukses, tetapi pada masa
kepemimpinannya banyak lahir talenta muda diantaranya : Robbie Fowler,
Steve McManaman, Jamie Redknapp, Rob Jones dan David James.
Manajer Liverpool selanjutnya adalah pelatih senior Roy Evans yang
sudah bersama Liverpool FC selama lebih dari 30 tahun. Pada musim
1994/95 Liverpool menduduki peringkat 5 Liga Primer Inggris dan berhasil
menjuarai Piala Liga dengan mengalahkan Bolton Wanderers dengan skor
2-1. Roy Evans berhasil mengembalikan ciri khas permainan Liverpool
yaitu 'pass and move'. Tetapi permainan apik dan indah Liverpool FC pada
masa ini tidak diimbangi determinasi dan agresifitas yang memadai dari
para pemainnya, sehingga Liverpool pada masa Roy Evans sering disebut
'Spice Boys'. Selain semakin matangnya pemain seperti : Robbie Fowler,
Steve McManaman dan Jamie Redknapp, pada masa kepelatihan Roy Evans
muncul bakat muda bernama Michael Owen yang berhasil mencetak 18 gol dan
menjadi PFA Young Player of the Year Award pada tahun 1998.
Pada musim kompetisi 1998/99 Liverpool FC menarik pelatih asal
Prancis Gerard Houllier untuk berpartner dengan Roy Evans sebagai 'joint
manager'. Tetapi Roy Evans merasa tidak cocok bekerjasama dengan Gerard
Houllier, sehingga mengundurkan diri pada bulan November 1998. Setelah
menjadi manajer tunggal, Houllier merombak total tim dengan memasukan
pemain seperti : Sami Hyypia, Stephan Henchoz, Markus Babbel, Dietmar
Hamann, Gary McAllister dan Emile Heskey. Selain muncul bintang muda
Michael Owen, Houllier juga berhasil mempromosikan bakat muda dengan
talenta luar biasa bernama Steven Gerrard. Tahun 2001 menjadi tahun
terbaik Liverpool FC setelah mengalami kemerosotan prestasi di
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini Liverpool FC berhasil meraih
Piala Liga, Piala FA, Piala UEFA, Piala Charity Shield dan Piala Super
UEFA. Keberhasilan ini memunculkan secercah harapan bagi Liverpool untuk
dapat meraih gelar juara Liga Inggris yang terakhir diraih pada tahun
1990. Pada tahun 2003 Liverpool FC berhasil meraih Piala Liga dan
menduduki peringkat ke 4 pada musim 1993/94 sehingga berhak mengikuti
kualifikasi Liga Champions. Walaupun berhasil memberikan sejumlah gelar
buat Liverpool FC, tetapi taktik bertahan yang diterapkan Gerard
Houllier dianggap tidak bisa bersaing untuk meraih gelar Liga Inggris.
Taktik bertahan dan mengandalkan serangan balik sangat mudah
diantisipasi oleh lawan, sehingga pada 24 Mei 2004 Gerard Houllier
digantikan oleh Rafael Benitez.
Rafael Benitez datang ke Liverpool FC setelah berhasil membawa
Valencia menjadi juara Liga Spanyol 2 kali dan juara Piala UEFA. Harapan
Liverpudlian untuk menjadi juara Liga Inggris kembali membumbung tinggi
setelah Benitez berhasil membawa Liverpool FC menjuarai Liga Champions
untuk yang ke 5 kalinya. Pada final yang dikenang sebagai partai
terhebat sepanjang masa, Liverpool FC berhasil mengalahkan AC Milan
setelah tertinggal 0-3 di babak pertama. Tetapi gol dari kapten Steven
Gerrard, Vladimir Smicer dan penalti Xabi Alonso berhasil membawa
Liverpool FC ke babak perpanjangan waktu dan adu penalti. Kiper
Liverpool FC Jerzy Dudek menjadi pahlawan setelah berhasil menahan
tendangan penalti Shevchenko. Kemenangan pada partai final Liga
Champions inilah yang menjadi alasan kapten dan legenda hidup Liverpool
FC Steven Gerrard untuk tidak pindah ke klub lain. Keputusan yang
disambut gembira oleh para Liverpudlian. Liverpool FC kemudian dibawa
Rafael Benitez untuk menjadi juara Piala Super Eropa dengan mengalahkan
juara Piala UEFA CSKA Moskow dengan skor 3-1. Piala FA tahun 2006
menjadi piala terakhir yang dipersembahkan oleh Rafael Benitez untuk
Liverpool FC. Dalam perjalanan menuju final piala FA, Liverpool FC
mengalahkan Luton Town dengan skor 5-3, MU 1-0, Birmingham City 7-0 dan
mengalahkan Chelsea 2-1 di semi-final. Di partai final Liverpool FC
berhasil mengalahkan West Ham United dengan Steven Gerrard sebagai Man
Of The Match. Steven Gerrard memberi umpan untuk gol pertama, melakukan
tendangan voli untuk gol ke 2 dan melakukan tendangan jarak jauh yang
fenomenal pada menit ke 91. Dengan skor 3-3 akhirnya pertandingan
dilanjutkan dengan babak perpanjangan waktu dan adu penalti. Walaupun
selama pertandingan kiper Pepe Reina beberapa kali melakukan kesalahan
fatal, tetapi pada saat adu penalti berhasil menahan 3 dari 4 tendangan
pemain West Ham United. Final Piala FA ini disebut sebagai 'Final-nya
Gerrard' dan dicatat sebagai partai final terbaik di era modern Piala
FA. Setelah memenangi Piala Community Shield tahun 2006 dan berhasil
mencapai final Liga Champions 2007, musim-musim berikutnya menjadi musim
tanpa gelar bagi Rafael Benitez dan Liverpool FC. Satu-satunya kabar
yang menggembirakan bagi Liverpudlian adalah kembalinya 'King' Kenny
Dalglish untuk membidani Liverpool FC Youth Academy pada tahun 2009.
Akhirnya Rafael Benitez berhaenti pada tanggal 3 Juni 2010 dan
digantikan oleh Roy Hodgson. Pada masa kepemimpinan Rafael Benitez,
Liverpool FC mengalami 2 kali peralihan kepemilikan klub. Yang pertama
pada tahun 2007 ketika dibeli oleh George Gillett and Tom Hicks dan pada
tahun 2010 ketika Liverpool FC di ambil alih New England Sports
Ventures milik John W. Henry.
1 Juli 2010 Roy Hodgson resmi menangani Liverpool FC selama tiga
tahun. Pada keterangan pers Roy Hodgson mengatakan sangat bangga bisa
menangani klub sebesar Liverpool FC dan tidak sabar untuk bertemu dengan
para pemain, Liverpudlian dan ingin segera bekerja di Melwood. Tetapi
situasi di Liverpool FC pada saat itu masih sangat tidak menentu karena
sedang dalam masa peralihan kepemilikan. Hiruk pikuk berita tentang
kebangkrutan klub dan proses peralihan yang berkepanjangan sangat
memengaruhi suasana di Liverpool FC pada saat itu. Liverpool FC pun
akhirnya mengawali musim 2010/11 dengan sangat buruk. Sampai pertengahan
bulan Oktober Liverpool FC berada di zona degradasi dan kalah dari klub
divisi II Northampton Town. Selain itu Liverpool FC menghadapi ancaman
pengurangan 9 poin dari FA bila tidak bisa menyelesaikan situasi
internal. Akhirnya pada bulan Januari 2011 Liverpool FC dan Roy Hodgson
sepakat untuk mengakhiri kerjasama dan posisi manajer selanjutnya
dijabat oleh 'King' Kenny Dalglish untuk yang ke 2 kalinya sampai akhir
musim.
Tepatnya 8 Januari 2011 'King' Kenny Dalglish resmi menjabat sebagai
manajer Liverpool FC untuk yang ke 2 kalinya. Walaupun pada pertandingan
perdana mengalami kekalahan di Piala FA, tetapi 'King' Kenny Dalglish
berhasil mengembalikan performa pemain dan ciri khas 'pass and move'
Liverpool FC. Buktinya 'King' Kenny Dalglish berhasil mengangkat
Liverpool FC dari zona degradasi ke posisi 6 klasemen sementara Liga
Inggris. Hasil ini tidak lepas dari keberanian 'King' Kenny Dalglish
untuk menjual pemain bintang seperti Fernando Torres kemudian membeli
Luis Suarez dari Ajax Amsterdam dan Andy Caroll dari Newcastle United.
Keberanian dalam hal memasang pemain muda seperti : Martin Kelly, Jay
Spearing dan Danny Wilson pun layak diacungi jempol. Raihan inilah yang
membuat banyak pihak mendesak agar 'King' Kenny Dalglish di kontrak
secara permanen sebagai manajer Liverpool FC.
Lambang 'Liver Bird' pertama kali muncul di seragam Liverpool FC pada
partai final Piala FA tahun 1950. Lambang yang secara signifikan telah
menjadi bagian dari perjalanan panjang Liverpool FC. Lambang Liverpool
ini mengalami perubahan pertama pada musim kompetisi 1955/56 dimana
gambar 'Liver Bird' berada di dalam lingkaran ouval dan tulisan L.F.C
berada di bawah 'Liver Bird'. Lambang versi ini bertahan sampai tahun
1968.
Pada tahun 1968 diambil keputusan untuk memperkenalkan lambang klub
yang lebih modern. Lambang 'Liver Bird' langsung disulam ke seragam
pemain dengan menyingkirkan garis pijakan pada kaki 'Liver Bird' dan
menghilangkan lingkaran ouval. Lambang ini bertahan sampai tahun 1987,
dimana pada tahun 1985 sponsor seragam berubah dari UMBRO kepada ADIDAS.
Seiring dengan perubahan sponsor seragam, maka lambang Liverpool pada
tahun 1987 mengalami perubahan yang ke 3. Lambang 'Liver Bird' kembali
berada di dalam tameng seperti lambang Liverpool FC yang pertama, tetapi
kali ini penulisan Liverpool Football Club di bawah 'Liver Bird' tidak
di singkat. Lambang ini bertahan sampai tahun 1992, dimana Liverpool FC
akan mengadakan perayaan hari jadi yang ke 100 tahun.
Untuk merayakan 100 tahun Liverpool FC, lambang klub mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Penambahan ornamen 'Shankly Gates'
dengan tulisan 'You'll Never Walk Alone' di atas tameng 'Liver Bird'
dimaksudkan untuk mengingatkan jasa manajer Bill Shankly yang telah
menjadi pondasi kokoh bagi Liverpool FC. Di dalam tameng terdapat
tulisan Liverpool Football Club 100 tahun dan lambang 'Liver Bird'.
Kemudian di bawah tameng ada tulisan angka 1892-1992.
Tahun 1993 lambang klub kembali berubah dengan penambahan kobaran api
kembar di kedua sisi tameng 'Liver Bird'. Kobaran api kembar ini untuk
mengenang para Liverpudlian yang menjadi korban pada tragedi
Hillsborough. Lambang Liverpool terakhir ini tidak banyak mengalami
perubahan sampai dengan tahun 1999. Lambang Liverpool FC yang sekarang
ini dibuat pada tahun 1999 hanya